Minggu, 31 Juli 2011

IMPLEMENTASI REKAYASA GENETIKA PADA MIKROORGANISME

Oleh
Alit Adi Sanjaya


1. Implementasi rekayasa genetika pada mikroorganisme
Air kelapa yang selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan hanya dibuang saja sebetulnya masih memiliki nilai tambah yang cukup besar bila diproses lebih lanjut menjadi makanan atau minuman dikala musim kemarau tiba apalagi pada saat umat islam melaksanakan puasa ramadhan sungguh sangat menyegarkan, dan air kelapa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, karena mengandung gula , senyawa nitrogen, mineral dan vitamin. Dengan menggunakan mikroba yang cocok seperti Acetobacter xylinum ,  air kelapa dapat difermentasi menjadi “ Nata de Coco “ suatu jenis makanan baru yang belum banyak dikenal oleh masyarakat di Indonesia  tetapi sudah lama populer di Philipina.
Pembuatan “ nata de coco “ sangat mudah dan sederhana , sehingga dapat dibuat dirumah- rumah penduduk sebagai kegiatan home industri dan pendapatan rumah tangga , terutama masyarakat yang berdekatan dengan tempat pengupasan kelapa misalnya : pasar atau daerah penghasil kopra/ kelapa. Dilihat dari susunan kimianya , “Nata de coco” adalah “ bacterial cellulose " . Bahan makanan ini berbentuk padat, putih , tranparan dan mengandung air ± 98 % . Pada pembuatan nata de coco terjadi peristiwa fermentasi. Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba (kulture) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan selulosa /Nata de Coco), baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme.
Bibit nata adalah bakteri Acotobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata. Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28 – 31 0 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan anorganik lain bisa digunakan. Selain dapat meningkatkan penghasilan para penduduk yang tinggal dekat perkebunan kelapa dengan memanfaatkan air kelapa tua yang sudah tidak diperlukan, kita pun sebenarnya mendapatkan manfaat lainnya yaitu berupa nutrisi yang baru dari air kelapa tersebut karena bentuk makanannya telah berubah.

2. Implementasi rekayasa geneika pada pertanian
Jagung dibudidayakan secara komersial di lebih dari 100 negara dengan produksi sekitar 705 juta metrik ton. Pada tahun 2004 produsen jagung terbesar di dunia berturut-turut adalah Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko, Perancis, dan India (Agbios GM Data Base 2007).
Pada umumnya jagung dibudidayakan untuk digunakan sebagai pangan, pakan, bahan baku industri farmasi, makanan ringan, susu jagung, minyak jagung, dan sebagainya. Di negara maju, jagung banyak digunakan untuk pati sebagai bahan pemanis, sirop, dan produk fermentasi, termasuk alkohol. Di Amerika, jagung banyak digunakan untuk bahan baku pakan (Agbios GM Data Base 2007).
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan jagung harus dilakukan impor, terutama dari Amerika. Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2010 akan terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat
dikurangi dan bahkan ditiadakan. Ketergantungan akan jagung impor berdampak buruk terhadap keberlanjutan penyediaan jagung di dalam negeri mengingat komoditas ini di negara produsen utama telah digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk untuk bahan baku bioenergi. Di Amerika Serikat, misalnya, telah dicanangkan penggunaan jagung sebagai sumber bioenergi. Pada saatnya
nanti akan terjadi persaingan penggunaan jagung untuk pangan, pakan, bahan baku industri, dan bioenergi. Apabila kebutuhan jagung nasional masih bergantung pada impor dikhawatirkan akan mematikan industri pangan dan pakan berbasis jagung karena berkurangnya pasokan bahan baku. Hal ini mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan usaha peternakan. Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetic jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman, terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik.
Perbaikan genetik jagung dapat dilakukan secara konvensional maupun melalui rekayasa genetik (genetic engeenering). Dengan berkembangnya bioteknologi, perbaikan genetik jagung melalui rekayasa genetik akan menjadi andalan dalam pemecahan masalah perjagungan di masa mendatang. Seperti diketahui, pemuliaan secara konvensional mempunyai keterbatasan dalam mendapatkan sifat unggul dari tanaman. Dalam rekayasa genetic jagung, sifat unggul tidak hanya didapatkan dari tanaman jagung itu sendiri, tetapi juga dari spesies lain sehingga dapat dihasilkan tanaman transgenik. Jagung Bt merupakan tanaman transgenik yang mempunyai ketahanan terhadap hama, di mana sifat ketahanan tersebut diperoleh dari bakteri Bacillus thuringiensis (Herman 1997).
Dengan adanya jagung Bt tersebut sehingga kebutuhan akan jagung dapat terpenuhi, tetapi dilain pihak juga dengan adanya jagung transgenic ini juga menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah akibatnya bagi kesehatan manusia. Hal ini dibuktikan dengan diadakannya percobaan dan penelitian oleh ilmuwan Austria. Sebagaimana dilaporkan Xinhuna, Badan Kesehatan dan Keamanan Makanan Austria (AGES), Selasa, menyiarkan temuan hasil penelitian yang dipercayakan oleh Kementerian Kesehatan, Keluarga dan Pemuda Federal Austria (BMGFJ) dan dilaksanakan oleh Veterinary University Vienna.
Penelitian tersebut dipimpin oleh Professor Juergen Zentek dari Veterinary University Vienna, dengan tujuan menemukan apakah konsumsi lama jagung transgenik akan memiliki dampak berbahaya pada tikus. Para ilmuwan tersebut membagi tikus percobaan dalam dua kelompok, satu diberi makan jagung transgenik produksi Amerika "NK603xMON810" dan satu lagi jagung lokal biasa Austria. Setelah 20 pekan, anak kedua kelompok tikus tersebut mulai menunjukkan perbedaan. Tikus yang diberi makan jagung transgenik melahirkan lebih sedikit bayi dengan bobot lebih ringan. Setelah beberapa generasi, organ reproduksi tikus betina, yang makan jagung transgenic terus-menerus, mulai berubah. Namun Professor Jurgern Zentek menyatakan dalam taklimat mengenai temuan hasil penelitian itu bahwa "kami tak dapat menyatakan kondisinya sama pada manusia hanya dengan berpegang pada hasil yang diperoleh dari tikus percobaan". ( dikutip dari http://lifestyle.roll.co.id/others/10-others/48-dj.pdf). Tetapi walaupun begitu, bagaimana pun juga tanaman transgenic sangat memiliki arti penting dalam kehidupan manusia.

3. Implementasi rekayasa genetika pada peternakan
Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai mediator), dengan particke gun (particle bombartmen) dan embryonic stem cells: Diantara metode yang telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil produksi dan beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai contoh produksi ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan diintegrasikan mulai digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989; Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995; Han, et. Al, 1996; Su, et. al., 1998).
Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar