Kamis, 03 Maret 2011

UPACARA MELASTI DI DESA PAKRAMAN KUSAMBA

oleh
Alit Adi Sanjaya



Baru saja (Kamis, 03 Maret 2011) selesai prosesi upacara melasti yang dilaksanakan oleh Desa Pakraman Kusamba. Untuk prosesi melasti tahun ini bisa dibilang cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mengingat pada prosesi kali ini berlangsung bersamaan dengan guyuran hujan yang sangat lebat. Tidak mengurungkan niat para pemedek untuk melaksanakan upacara ini. Sehingga seluruhnya basah kuyup tanpa kering sedikit pun. Namun dibalik hujan yang mengguyur, prosesi ini berlangsung dengan sangat hikdmat. Seluruh pretima di usung oleh pemedek setempat untuk dibawa ke sumber air (pantai), yakni di pasih segara desa Kusamba.

Bagaimana Upacara Melasti secara umum???
Berikut ulasannya....

Upacara Melasti dilakukan antara empat atau tiga hari sebelum Nyepi. Pelaksanaan upacara Melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama seperti ini: "....manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata."

Di Bali umat Hindu melaksanakan upacara Melasti dengan mengusung pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati tulus ikhlas, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melakukan persembahyangan bersama menghadap laut. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di Pura Desa. Sebelum Ngrupuk, dilakukan nyejer dan selama itu umat melakukan persembahyangan.
 

Upacara Melasti ini jika diperhatikan identik dengan upacara Nagasankirtan di India. Dalam upacara Melasti, pratima yang merupakan lambang wahana Ida Bhatara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan agar kesucian pratima itu dapat menyucikan desa. Sedang upacara Nagasankirtan di India, umat Hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama Tuhan (Namas-maranam) untuk menyucikan desa yang dilaluinya.




Makna Upacara Melasti / Mekiyis 

Menurut ajaran Hindu, melasti adalah nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumber Tirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Ritual dilaksanakan selambat-lambatnya pada tilem sore, pelelastian harus sudah selesai secara keseluruhan, dan pratima yang disucikan sudah harus berada di bale agung.

Ritual Melasti dilengkapi dengan bermacam-macam sesajen baik sesajen khas Jawa maupun Bali. Sesajen tersebut sebagai simbolisasi Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma. Serta diarak pula simbol singgasana Dewa Brahma yaitu “Jumpana”.

Makna Upacara melasti yakni proses pembersihan lahir bathin manusia dan alam, dengan jalan menghayutkan segala kotoran menggunakan air kehidupan. Oleh karena itu prosesi sembahyang dilakukan di sumber-sumber air. Dilaksanakan selambat-lambatnya menjelang sore. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindhu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
Tujuan Upacara Melasti 

Tujuan dari upacara ini adalah untuk penyucian diri. Dalam upacara Melasti menurut Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti tersebut.
  1. Pertama untuk mengingatkan umat agar meningkatkan terus baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Kedua peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Ketiga untuk membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Keempat dengan bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).

Dengan melakukan empat hal itu barulah manusia berhak mendapatkan sari-sari kehidupan di bumi ini (amet sarining amerta ring telenging segara). Kalau eksistensi cuaca teratur sesuai dengan hukum Rta maka laut akan senantiasa berproses menciptakan mendung. Dari mendung itulah akan turun hujan. Hujan yang turun itu kalau disambut di muka bumi ini oleh ibu pertiwi dengan hutannya yang memadai maka kebutuhan air untuk berbagai keperluan hidup akan senantiasa teratur keberadaannya. Dalam Bhagawad Gita III.14 dinyatakan bahwa air hujan itu adalah Yadnya alam kepada semua makhluk penghuni bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar